Mendaki gunung mungkin tak semua orang berminat. Membayangkan melangkah dalam medan yang tidak biasa, ditambah beban bawaan di pundak, yang tak lain adalah sebuah tas yang rata-rata berukuran besar. Itulah gambaran seorang pendaki. Sekalipun masih baru, standar naik gunung ya seperti itu. Terlebih karena di gunung tidak ada tempat berbelanja, yang otomatis bahan makanan dan minuman dibawa dari bawah.
Meski tahu seperti apa, niatanku mendaki tak luntur. Beban yang lumayan berat, awalnya cukup membuat lelah sejak awal perjalanan. Lalu berbagi barang bawaan sesama teman laki-laki. Alhamdulillah cukup mengurangi beban.
Waktu berlalu, semakin malam kami mendaki. Penerang mulai dipasang. Tak ada lampu atau pun penerang di sepanjang pendakian. Hanya bulan dan bintang yang perlahan muncul di langit, menemani sepanjang perjalanan.
Sisa rintik hujan masih membekas. Tanah basah, membuat kami harus waspada dan berhati-hati. Tak sedikit tergelincir dan jatuh, kemudian bangkit, melanjutkan perjalanan. Cukup melelahkan, saat kondisi tubuh sudah mulai berkurang tenaga. Namun tak henti melangkah menuju tempat bermalam.
Tak kurang dari empat jam melangkah, sempat kehilangan arah bersama beberapa orang teman yang tersisa. Lalu salah seorang menanggalkan tas, mencoba jalan lebih ke depan untuk mengecek jalur. Syukurlah perjalanan kami bisa berlanjut. Hingga akhirnya sampai sekitar jam 22.30, Alhamdulillah...
Lapar tak terkira. Keinginan memasak dalam gelap rasanya takkan terealisasi. Menyantap makanan siap makan yang dibawa lebih masuk akal.
Menikmati makan malam, sambil melepas lelah dengan bersenda gurau. Tak ada yang terbebani, walau sebelumnya kami sudah bersusah payah hingga sampai di sini. Tak terasa hampir tengah malam, saatnya beristirahat.
Halo Matahari, Hai Pendaki, Sampai Jumpa
Sebelum Subuh tiba, dinginnya Gunung Prau membangunkan hampir seluruh tenda. Seolah alarm alami, tanpa harus sulit membuka mata. Tak berapa lama kemudian masuk waktu Subuh. Beberapa teman shalat berjamaah, lainnya di dalam tenda. Agenda selanjutnya ialah melihat matahari terbit.
Dari kejauhan kilatan kamera terlihat dari balik bukit. Namun dari sebelah mana dan yang mana? Kebingungan itu muncul. Pelan-pelan melangkah, lalu menemui kawasan banyak tenda, yang tak lain adalah 'Camp Area'. Beberapa teman yang lebih awal berangkat pun terlihat, lalu kami berkumpul foto bersama.
Selesai menikmati sunrise, waktunya kembali ke camp untuk masak dan packing. Menikmati menu seadanya, ala kadarnya, tapi tetap terasa istimewa. Apalagi dinikmati bersama-sama.
Setelah semua selesai berkemas dan tak ada sampah ataupun barang yang bercecer, waktunya berkenalan sesama peserta. Seharusnya sesi ini semalam, namun karena tidak memungkinkan, jadilah sesaat sebelum turun gunung. Latar belakang peserta yang beragam. Ada yang masih kuliah, baru lulus, pekerja medis dan lainnya. Ya walau sudah berkenalan, rasanya masih butuh waktu lebih lama lagi untuk semakin mengenal.
Sekitar jam 10 semua siap turun gunung, membawa beban yang lebih terasa berat dari pendakian, karena sudah bercampur lelah. Hampir setengah perjalanan, hujan mulai turun, jas hujan beraksi. Sesampainya di Pos 1, sekitar satu jam menuju titik akhir, hujan semakin deras. Perjalanan tetap berlanjut, meski bagian lutut ke bawah tak mampu tertutup jas hujan. Basah dan langkah menjadi berat, namun tetap semangat. Hingga akhirnya sampai di Rumah Makan (pemberhentian) sekitar jam 13,30, kaki mulai terasa linu, pertanda lelah semakin melanda.
Membersihkan diri dan packing akhir. Sebab bus yang mengantar ke alun-alun sudah tersedia, makan siang pun terpaksa ditunda sampai di bus menuju Jakarta. Sambil menikmati makan siang yang kesorean, bus melaju. Cerita seru di antara kursi terdengar, perlahan menghilang karena tertidur.
Sekitar jam 21 bus berhenti sejenak, waktunya makan malam dan shalat. Perjalanan berlanjut, rasa ngantuk dan lelah tak terkira, sampai terbangun di tol arah Jakarta. Waktu sudah menunjukkan pukul 4.30, setengah jam kemudian bus sampai di Masjid Agung Al Azhar, menandai perjalanan telah berakhir.
Naik gunung sambil beramal, inilah hasil dari perjalanan ke Gunung Prau. Melalui Simply Management sebagai penyelenggara perjalanan, menyumbangkan Tong Sampah. Nantinya akan diletakkan di beberapa titik di Gunung Prau. Simply Not Ordinary, inilah perjalanan 'Tak Biasa' kali ini, sejalan dengan ungkapan Simply Management. Menjaga dan mencintai alam. Kalau bukan kita siapa lagi, tak perlu menunggu untuk melakukan perubahan. Memulai langkah baik untuk masa depan lebih baik. Aamiin...
Waktu berlalu, semakin malam kami mendaki. Penerang mulai dipasang. Tak ada lampu atau pun penerang di sepanjang pendakian. Hanya bulan dan bintang yang perlahan muncul di langit, menemani sepanjang perjalanan.
Sisa rintik hujan masih membekas. Tanah basah, membuat kami harus waspada dan berhati-hati. Tak sedikit tergelincir dan jatuh, kemudian bangkit, melanjutkan perjalanan. Cukup melelahkan, saat kondisi tubuh sudah mulai berkurang tenaga. Namun tak henti melangkah menuju tempat bermalam.
Tak kurang dari empat jam melangkah, sempat kehilangan arah bersama beberapa orang teman yang tersisa. Lalu salah seorang menanggalkan tas, mencoba jalan lebih ke depan untuk mengecek jalur. Syukurlah perjalanan kami bisa berlanjut. Hingga akhirnya sampai sekitar jam 22.30, Alhamdulillah...
Lapar tak terkira. Keinginan memasak dalam gelap rasanya takkan terealisasi. Menyantap makanan siap makan yang dibawa lebih masuk akal.
Menikmati makan malam, sambil melepas lelah dengan bersenda gurau. Tak ada yang terbebani, walau sebelumnya kami sudah bersusah payah hingga sampai di sini. Tak terasa hampir tengah malam, saatnya beristirahat.
Halo Matahari, Hai Pendaki, Sampai Jumpa
Sebelum Subuh tiba, dinginnya Gunung Prau membangunkan hampir seluruh tenda. Seolah alarm alami, tanpa harus sulit membuka mata. Tak berapa lama kemudian masuk waktu Subuh. Beberapa teman shalat berjamaah, lainnya di dalam tenda. Agenda selanjutnya ialah melihat matahari terbit.
Dari kejauhan kilatan kamera terlihat dari balik bukit. Namun dari sebelah mana dan yang mana? Kebingungan itu muncul. Pelan-pelan melangkah, lalu menemui kawasan banyak tenda, yang tak lain adalah 'Camp Area'. Beberapa teman yang lebih awal berangkat pun terlihat, lalu kami berkumpul foto bersama.
Selesai menikmati sunrise, waktunya kembali ke camp untuk masak dan packing. Menikmati menu seadanya, ala kadarnya, tapi tetap terasa istimewa. Apalagi dinikmati bersama-sama.
Setelah semua selesai berkemas dan tak ada sampah ataupun barang yang bercecer, waktunya berkenalan sesama peserta. Seharusnya sesi ini semalam, namun karena tidak memungkinkan, jadilah sesaat sebelum turun gunung. Latar belakang peserta yang beragam. Ada yang masih kuliah, baru lulus, pekerja medis dan lainnya. Ya walau sudah berkenalan, rasanya masih butuh waktu lebih lama lagi untuk semakin mengenal.
Sekitar jam 10 semua siap turun gunung, membawa beban yang lebih terasa berat dari pendakian, karena sudah bercampur lelah. Hampir setengah perjalanan, hujan mulai turun, jas hujan beraksi. Sesampainya di Pos 1, sekitar satu jam menuju titik akhir, hujan semakin deras. Perjalanan tetap berlanjut, meski bagian lutut ke bawah tak mampu tertutup jas hujan. Basah dan langkah menjadi berat, namun tetap semangat. Hingga akhirnya sampai di Rumah Makan (pemberhentian) sekitar jam 13,30, kaki mulai terasa linu, pertanda lelah semakin melanda.
Membersihkan diri dan packing akhir. Sebab bus yang mengantar ke alun-alun sudah tersedia, makan siang pun terpaksa ditunda sampai di bus menuju Jakarta. Sambil menikmati makan siang yang kesorean, bus melaju. Cerita seru di antara kursi terdengar, perlahan menghilang karena tertidur.
Sekitar jam 21 bus berhenti sejenak, waktunya makan malam dan shalat. Perjalanan berlanjut, rasa ngantuk dan lelah tak terkira, sampai terbangun di tol arah Jakarta. Waktu sudah menunjukkan pukul 4.30, setengah jam kemudian bus sampai di Masjid Agung Al Azhar, menandai perjalanan telah berakhir.
Naik gunung sambil beramal, inilah hasil dari perjalanan ke Gunung Prau. Melalui Simply Management sebagai penyelenggara perjalanan, menyumbangkan Tong Sampah. Nantinya akan diletakkan di beberapa titik di Gunung Prau. Simply Not Ordinary, inilah perjalanan 'Tak Biasa' kali ini, sejalan dengan ungkapan Simply Management. Menjaga dan mencintai alam. Kalau bukan kita siapa lagi, tak perlu menunggu untuk melakukan perubahan. Memulai langkah baik untuk masa depan lebih baik. Aamiin...
Medan licin dan berbatu, udara dingin, fisik yang terkikis letih.
Namun semangat itu tetap ada.
Meski beberapa kawan, perlahan menjauh lalu hilang.
Langkah tak henti, tiga jam lebih berlalu.
Pagi, kehangatan Mentari perlahan mengganti,
semakin meninggi.
semakin meninggi.
Hai alam, hai teman, selamat pagi.
Masya Allah, Maha Karya Illahi.
Segala Nikmat yang Kau beri.
Mt. Prau 2565 MDPL.
15-16 Nopember 2014
Kawasan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah.
Komentar