Cerita dari Gunung Prau

Jum'at malam begitu cerah, perjalanan menuju meeting point pun bisa dibilang lancar. Hanya sedikit lama menunggu kereta (setelah terlambat sepersekian detik), lebih aman memilih keberangkatan setelahnya. Jadilah sekitar 20 menit kemudian baru bisa naik kereta selanjutnya.

Kemana? Persis dua bulan lalu, juga bersama-sama Tim Simply Management, Simply Traveller, yang mengatur selama perjalanan. Kali ini ransel lebih tinggi, berisi perlengkapan "perang", makanan dan tak lupa sepaket 'Nanjak Cantik'. Perang melawan dinginnya Puncak, ditemani sleeping bag dan matras, bahkan membawa perlak kecil (lumayan buat mengover). Sepaket 'Nanjak Cantik', tak lain adalah peralatan lenong, yang tak salah adalah pelembab beserta teman-temnnya. Daftar "penting" nih, biar ketauan akan ngga mandi beberapa hari, ngga berarti muka dan badan terabaikan loh.. Bikin penyakit juga kan, bahaya. Minimal lap-lap pakai tisu basah, baby wipes gitu..

Apalagi? Amunisi alias panganan. Ngga kenyang ngga nanjak. Lapar ngga konsen, ngga bisa jalan. *Ada A***? Air minum jangan ketinggalan. Terasa berat memang menuhin tas, tapi di gunung ngga ada air. Jadikan dia daftar penting, aku sih Iyess, ngga tau kamu? Iya kamu, yang seiring sejalan sama aku. *No mention eyaa.

Prolog-prolog cantik, masuk ke inti.


Jum'at, 14 Nopember 2014

Informasi yang dihimpun dari beberapa waktu, semua peserta "diwajibkan" sampai di Masjid Agung Al Azhar Pusat, Sisingamangaraja jam 19.00, direncanakan berangkat jam 20.00. Terbesit di seluruh peserta, rasanya sama. Jum'at malam, menuju akhir pekan, sudah mulai musim hujan = macet tak terkira. Jadilah masing-masing menentukan jam keberangkatan terbaiknya. Ada yang balik kanan dari kantor sejak siang, ada yang free dan bisa packing lebih lama, atau ready sejak berangkat kerja pagi, bawa-bawa tas segede gaban, terakhir seorang kawan menunggu di 'Rest Area' Cikarang. Itulah percakapan yang muncul seharian di grup menuju keberangkatan.

Sebagian ada yang simpel, ada juga yang masih riweh dengan bawaannya. Iya itu aku, berapa kali isi tas keluar-masuk, ditimbang-timbang, ganti posisi bahkan berganti isi. Demi mengurangi beban tas, yang dilengkapi beban bawa-bawa kamu di pikiran aku. Beratnya tuh di kepala sama hati. Eyaaa... *ngga usah dibahas, buat rame-rame ajah ^^

Perjalanan dimulai sekitar jam 21. Setelah semua Carrier terjajar rapi di bagasi, semua peserta sudah terabsen, yang diketahui banyak peserta yang gugur (alias ngga ada kabar), bikin ribet orang tuh judulnya, hihi. Perjalanan pun terusik dengan seorang kawan yang masih setia menanti di 'Rest Area KM 39'. Sedari pukul 19 Sang Teman "berteriak" di grup, menanti bus yang tak kunjung datang. Sampai sudah makan beberapa kali, ke sana kemari, hingga bus akhirnya menghampiri lewat jam 23. Penantian yang sesuatuu banget yah..

Sekitar 30 menit di 'Rest Area', yang makan, jajan, ke toilet atau tetap Tidur Cantik-Ganteng di dalam bus. Perjalanan pun berlanjut. Dari keramaian yang terdengar di antara kursi satu dengan lainnya, pelan-pelan sunyi, waktunya tidur.


Sabtu, 15 Nopember 2014

Menuju Dieng, Pendakian

Sedikit menemui kepadatan, perjalanan lewat Selatan berjalan santai tapi pasti. Menjelang Subuh bus berhenti, sampai di kawasan (kalo ngga salah Ciawi) bukan Puncak tapi. Setalah Subuhan perjalanan pun berlanjut. Udara Subuh itu seolah membuka suasana menuju Prau, dinginn.

Sekitar jam 6 bus kembali berhenti, waktunya sarapan. Perjalanan masih panjang, tak berhenti lama segera berlanjut. Tak beberapa lama berhenti karena jalur yang dilewati harus bergantian, ada sekitar 20 menit terparkir. Lanjuttt, pemandangan berganti dengan toko-toko oleh-oleh yang terjajar di kiri kanan jalan. Beberapa spanduk/reklame kota menandakan bahwa kami ada di Banjarnegara, entah masih berapa jauh menuju Wonosobo?

Sambil ngobrol kemudian terasa ngantuk dan tertidur, lewatlah Purwokerto. Hujan mulai turun, sampai kami berhenti di Wonosobo dan hujan semakin deras. Saatnya berganti bus kecil, bus dari Jakarta akan parkir cantik di Wonosobo. Body nya terlalu besar untuk melanjutkan perjalanan ke Dieng. Jadilah beberapa peserta terbagi ke dalam bus sedang. Beberapa teman dan porter yang akan mengawal, memayungi peserta ke bus satu persatu. Entah bagaimana nasib tas di bagasi? Basah sepertinya.

Sambil menikmati Siomay yang dibeli di tempat pergantian bus, hujan terus menemani perjalanan. Pelan-pelan semakin ke atas dingin semakin terasa. Telinga mulai berdenging, mulut terus mengunyah Siomay yang walau sederhana, tapi terasa nikmat. Sebab dinikmati secara bersama-sama sambil menghirup dingin yang sejuk. Ahh manis...

Sekitar 20 menit bus sampai di pemberhentian sebelum nanjak. Bus yang aku tumpangi sampai paling pertama, disusul teman-teman yang lain, juga peserta dari rombongan lain yang sama-sama mendarat di Rumah Makan. Hujan masih nyaman memberi kesejukan, kami pun menikmati makan siang, sebagian mulai merapikan tas. Sekitar Ashar hujan mulai berhenti, ketua rombongan mulai mengodekan peserta agar bersiap. Setelah semua siap, berdo'a, foto bersama, perjalanan dimulai.

Perjalanan pertama disambut dengan tanjakan tangga. Cukup membuat tenaga ekstra, kemudian datar, ditemani lahan sayur mayur di kiri dan kanan, sampai di Pos 1. Kemudiaan aku berhenti dan terjadi keram sodara-sodara. Merapat-merapat... Tim medis bergerak cepat mengurut jari kiriku, yaa butuh waktu sekitar 20 menit dan kami jadi rombongan terakhir, bersama ranger dan porter. Hari semakin gelap, penerang mulai bersedia. Kondisi jalan yang licin membuat semua harus waspada dan berhati-hati.






Medan Curam, Tersesat di antara Bukit, Tenda Minimalis

Woyyy... Oyyy... Tolong... Entah apa teriakannya? Beberapa suara memanggil meminta bantuan. Medan menanjak bertanah, beberapa teman tergelincir di sana, ranger pun membantu. Tiba giliran aku, keraguan lebih besar dari keyakinan bisa menanjaknya. Dan benarlah, slippp.. srottt... brak... Celana pun jadi bercorak. Coba yang kedua kali, sedikit lebih tinggi, tapiii lagi-lagi tergelincir, ranger pun ikutan terjatuh karena aku merosot.

Akhirnya, Kakak Jangkung yang di sebelah kiri harus mengangkat para peserta yang "salah jalan". Yaa sesaat sebelum melewati medan tersebut terdapat dua jalur, ternyata lebih aman dari sisi kiri. Jadilah aku "korban" terakhir yang tersungkur di sana ^^ Setelah semua aman, perjalanan berlanjut. Udara semakin dingin, malam makin gelap. Sepanjang jalan kami banyak disuguhkan dengan pemandangan kota dan bintang yang perlahan muncul di langit. Terasa begitu dekat, perjalanan kami ditemani bintang.

Kondisi tubuh mulai menurun, istirahat semakin panjang dan berkala. Tak apa, pelan tapi pasti. Hingga akhirnya tersisa lima orang kemudian kami "tersesat". Tak ada sautan, tak ada panggilan di antara bukit. Si Penyapu rombongan lalu meninggalkan tas dan melangkah lebih maju untuk memastikan. Sambil mencoba menghubungi salah satu teman yang kemungkinan sudah sampai di camp, namun sayang tak ada sautan.

Si Penyapu kembali dan meyakinkan jalan yang pasti. Perjalanan berlanjut. Empat orang Perempuan dan Dua Laki-laki, ditambah Satu orang yang akhirnya bersama. Ternyata perjalanan masih lumayan jauh, hingga akhirnya kami sampai sekitar 22.30. Gelaran plastik serupa tikar sudah menyambut kami dan tergeletaklah beberapa, sambil mengabadikan video berjudul 'Kami yang Tersesat'. Selang kemudian merapikan tas dan mencari makanan yang bisa dilahap. Tak mungkin memasak, sangat gelap dan lelah. Jadilah nasi yang dibeli sebelum berangkat dipadukan dengan lauk yang teman-teman bawa, dinikmati bersama dalam tenda. Ditemani seduhan sereal, teh tarik dan minuman instan lain. Melepas lelah dengan bersenda gurau sampai kenyang lalu istirahat.

Ealahh, keterpaksaan membuatku harus bergeser tenda. Terlalu padat tenda yang akan disinggahi. Jadilah berteriak-teriak tengah malam "haloo yang masih dengar, tenda cewe yang masih bisa masuk orang yang mana?" Lagi-lagi seperti tersesat, kasihan sekali. Hingga beberapa saat, akhirnya ada yang membuka resleting tenda dan mengajakku singgah. Alhamdulillah...

Berjaket dan bergulung dalam SB, waktunya tidur, sambil terbayang-bayang apa akan sedingin Papandayan? Syukurlah terpejam walau masih sesekali tersadar, sampai pelan-pelan kaki terasa dingin, sekitar pukul 3. Seisi tenda lalu terbangun, memilih mencari kompor dan alat memasak, menyeduh minuman hangat dan menyantap makanan instan, bekal menuju sunrise. 


Minggu, 16 Nopember 2014

Halo Matahari, halo Para Pendaki, Sampai Jumpa

Setelah shalat Subuh beberapa teman-teman mulai meninggalkan tenda, berjalan semakin ke depan. Kilatan kamera terlihat dari kejauhan, sementara aku dan beberapa orang teman bingung, "bukit mana yang harus dipilih?" Begitu banyak bukit.




Rombongan pun ditemukan, tapi saling berpencar. Saatnya mengabadikan moment, narsis pakai tongsis, itulah yang terlihat di sekitar bukit. Kemudian video unik ala 'Syahroni' tercipta. Ada Bunga..Bungaa..Maju..Maju cantik..Mundur..Mundur cantikkk.. Pesertanya itu lohh, ngga malu-malu dipandu sama Emak Ririn ^^





Selesai bikin video klip, foto bebas, udahannya nuju camp buat sarapan dan packing. Para chef dadakan bermuncullan, menyatu padukan bahan panganan yang ada jadilah makanan ala kadar, senikmat-nikmatnya. Alhamdulillah...




Packing selesai, tenda dirapikan, sisa-sisa tapakan, sampah, beserta seluruhnya yang tidak ada di tempat menapak, sudah harus kembali ke keadaan semula. Yaa kami siap untuk menurun. Dimulai dengan sesi perkenalan yang semalam tak sempat diadakan, foto bersama, cheers dan turun gunung.




Apa yang kami temui, medan semalam yang tak terlihat, ternyata sangat menakjubkan. Kiri-kanan jurang, wihhh... Belum lagi tanah basah yang curam saat kami semakin menurun. Sungguh hebat mampu mencapai puncak. Bumi Allah yang mempesona terbentang sepanjang perjalanan. Rasa syukur senantiasa tak henti terucap dalam hati. Kabut mulai turun, kemudian hujan perlahan jatuh di tanah Prau.


Medan Terjal
Narsis dulu, walau tas kamera kotor setelah glundung ^^

Dari Pos 2 menuju Pos 1 masih sekitar 1 jam. Namun hujan melambatkan perjalanan, sambil kami menikmati hujan yang indah. Selintas tersirat, "nanjaknya susah, turun harus dinikmati", maklum, sepanjang nanjak kemarin gelap dan ngga foto-foto. Mendekati Pos 1 hujan semakin deras dan basahlah sudah. Perjalanan sudah semakin dekat, tak ada kata menyerah, tetap semangat.




Sekitar pukul 13.30 rombongan terakhir sampai, tersisa lima orang di foto ini. Mba Ririn, Nurina, Ibnu, Reza dan Aku, sepanjang PP kita terakhir yaa.. Jangan pada ngiri juga kalau kami semua banyak terdokumentasi, yang bawa kamera ada bersama kami, hihihi ^^ Tas hijau yang nampak dalam foto menemani, stok panganan ada di sana. Pemakaman terlihat, menandai awal pendakian. Ketika menuruni tangga, paha terasa nyut-nyutt, yaa kami sudah lelah. Bersih-bersih, shalat dan siap menuju Wonosobo untuk berganti bus ke Jakarta. Adegan terakhir ini cukup diburu-buru, sampai tak sempat makan. Guna mengisi bahan bakar alias makan siang kesorean, nasi berlauk Siomay dan Batagor pun terasa nikmat, Alhamdulillah.

Sepanjang perjalanan menuju Jakarta terselip cerita, masing-masing punya kisah. Teman yang saling tak kenal kemudian lebih mengenal lewat candaan di bus. Beberapa teman ada yang tidak ikut ke Jakarta, pulang ke kampung halamannya, termasuk Kakak Jangkung. Ahh si Kakak Jangkung, padahal dia punya tugas membantu mencolokkan chargeran yang tinggi itu, hahahaaa ^^ *tokoh disamarkan

Lelah, semua pasti lelah, kemudian tertidur. Menjelang tengah malam bus berhenti di pemberhentian yang sama saat sarapan kemarin. Waktu berlalu, perjalanan sejenak melewati macet, hujan pun seolah masih setia menemani. Terlelap, kemudian terbangun saat bus sudah memasuki tol Jakarta, menandai perjalanan hampir sampai. Sekitar pukul 5 bus sampai di meeting point awal, Masjid Agung Al Azhar, Alhamdulillah. 

Simply Not Ordinary, yaa begitu ungkap Simply Management, perjalanan yang tidak biasa. Mendaki gunung bersama teman-teman baru, yang masing-masing punya kekhasan tersendiri. Di situ kita bisa saling mengenal dan tahu, seperti apa temanmu, bagaimana dia bersifat dan berlaku. Sesama pendaki adalah teman, teman yang berbagi beban, bahu membahu mencapai puncak. Tak perduli lelah sesakit apapun, senyuman itu selalu terukir manis. Sungguh menyenangkan.

Inilah cerita perjalanan mendaki kali ini. 
Diwarnai hujan tanpa pelangi. 
Ditemani bintang, berkawan kabut. 
Tanah basah yang kami tapaki, 
meninggalkan jejak langkah yang tersapu hujan, 
menyisakan cerita. 

Ada pilu dan kelu. 
Tawa bahagia, terjatuh tetap tertawa, 
terpeleset, tersandung juga terjungkal. 
Kebersamaan menutup semuanya, 
syukur tiada tara dan kita selalu bersemangat 
terus berdo'a.

Terima kasih teman, 
Insya Allah sampai jumpa pada perjalanan berikutnya.





Inilah para Ranger & Potter



Hasil dari perjalanan ini, berwisata sekaligus beramal, melalui Simply Management sebagai penyelenggara wisata, menyumbangkan Tong Sampah. Nantinya akan diletakkan di beberapa titik di Gunung Prau. Menjaga dan mencintai alam itu sendiri. Kalau bukan kita siapa lagi, tanpa menunggu. Memulai langkah baik untuk masa depan lebih baik. Aamiin...


MT. Prau 2565 MDPL
Kawasan Dieng, Wonosobo, 
Jawa Tengah, Indonesia.
15-16 Nopember 2014

#CeriTa #ART

Komentar

Unknown mengatakan…
Keren Ditttt....bagus critanya. Lo emang penulis sejati
Aryani Rahmadita mengatakan…
Terima kasihhh, Alhamdulillah kalau asik dinikmati bacanya. Ini versi cerita bebas, hehe ^^