Naik-naik ke Puncak Gunung, tinggi-tinggi sekali.
Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara.
Dari liriknya siapa yang ngga tau? Sebuah lagu yang sering kali dinyanyiin pas lagi wisata sekolah. Tapii Puncak Gunung yang seperti apa ya?
Sebagian besar mungkin akan membayangkan, Puncak Gunung yang benar-benar berada di Puncak - Jawa Barat. Satu tempat yang ngga pernah absen sepi di hari Jumat - Minggu jadi kunjungan wisatawan lokal. Pergi-Pulang atau sejenak menginap. Tentunya hawa sejuk dan pemandangan indah yang membuat kita nyaman, tapi tidak dengan macetnya.
Tapii bukan Puncak Pas atau kisaran Cimory yang ingin dibahas. Sekadar membuka kata 'Puncak', membuat persepsi yang bisa jadi hampir sama di dalam kepala masing-masing orang.
Lalu bagaimana dengan mendaki (hiking), trekking, atau naik gunung? Sesosok bertas tinggi besar, sepatu outdoor, ikat kepala, terlihat "berantakan" menjadi umum dalam bayangan. Apa yang berantakan? Silahkan persepsikan sendiri ^^
Dalam batin membisik, itu tas segitu besar beratnya seperti apa? Tasnya apa isinya? Ngapain sih naik gunung? Apa ngga cape jalan jauh bawa-bawa tas berat gitu? Serta pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul di benak Manteman semua. Dari penasaran itu, menjadi tercipta satu keinginan. Gimana bisa tau seperti apa rasanya, kalau ngga dicoba? *eits tapi ngga berlaku untuk sesuatu yang dilarang ya
Singkat kalimat → Mau coba naik gunung
Jreng-jrengg... Kapan dan sama siapa? Terjawab di perjalanan kedua bersama teman-teman dari Youth Islamic and Study Club (YISC) Al Azhar. Setelah perjalanan sebelumnya ke Green Canyon, ada di bagian wisata sebelumnya yah pemirsah. Tulisan ini pun terlewat setelah aku mencoba membuka kisahnya di https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4681168234913485112#editor/target=post;postID=5103173902847622146;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=1;src=postname
Naik-Turun Gunung Papandayan
13-14 September 2014
Empat puluh dua orang mendaki Gunung Papandayan, serombongan yang kebanyakan adalah 'Pendatang Baru' di dunia Pendakian. Termasuk aku tentunya, berdasar keingin tahuan tadi. Perjalanan pun segera dimulai. Berbekal tas-senter yang "diendorse" alias hadiah, sleeping bag juga pinjam. Selebihnya pakai perlengkapan yang ada, kebetulan sepatu lumayan ready buat trekking. Tinggal nambah matras sama cover bag kemudian ready.
Calon pendaki dibekali dua kali Technical Meeting (TM), ehh dua apa tiga ya? Yang jelas aku hanya ikut sekali ^^ Di TM itu dijelasin apa aja yang musti disiapin, yang dipakai apa, ngga boleh apa dan segala macam yang tentunya jadi ilmu yang berarti.
Belum Semuanya |
Sabtu, 13 September 2014
Sebelum Subuh kami tumpangi sampai di Garut. Sesaat menginjakan kaki, udara dingin pelan-pelan merasuk, lalu terlintas "bagaimana di atas?" Informasi yang diperoleh pun menyebutkan, suhu Puncak di musim kemarau jauh lebih dingin dibanding musim penghujan. Oow... Perbekalan tidur pun sudah dipersiapkan secukup dan senyaman mungkin, yang tentunya menambah space dalam Backpack.
Sekitar jam 6.30 mobil bak siap mengantar kami menuju awal pendakian. Tiga mobil bak mengangkut tim bergantian. Kira-kira setengah jam kemudian kami siap menanjak. Terlebih dahulu mengoles losyen berSPF, menuju kamar mandi untuk buang-buang, repacking, sharing barang bawaan sama yang tasnya lebih besar. Jam 8 kurang pendakian di mulai. Dari awalnya menyatu, pelan-pelan saling terpisah dan kembali menyatu di depan.
Saat awal perjalanan, kami pemandangan pegunungan berbatu dan kawah sungguh menyorot fokus. Asapnya pun terlihat membubung dan berbau. Di lokasi itu pun banyak yang terhenti untuk mengabadikan gambar lewat gadget masing-masing, singkatnya narsis dulu. Apalagi semenjak ada Tongsis, setiap moment perjalanan tak boleh terlewatkan. Tsahhh...
Menyusuri medan berbatu dan pasir yang cenderung berwarna putih. Sinar matahari mulai terik, namun udara masih terasa sejuk, tapi lumayan membuat nyut-nyutan selama perjalanan sekitar 2,5 jam. Pelan-pelan dinikmati, lelah istirahat, sudah kuat kembali jalan. Foto-foto, haha-hihi, nyanyi-nyanyi, teriak-teriak cape tapi seru. Itulah semuanya, jadi ngga jelas.
Sekitar jam 11 sampai di camp area, naruh tas langsung rebahan. Sementara tenda sudah terpampang nyata hasil perakitan para ranger, yang walau jalan paling belakang sampainya duluan. Ahaaa kalian luar biasaaa...
Sambil menunggu tim memasak selesai, sebagian ada yang buat seduhan, yang sudah lapar berat masak mie instan. Dan aku memutuskan foto-foto di kebun belakang. Udahannya makan-makan dimulai. Bukannya malas masak, tapii timnya sudah banyak, alat-alat juga terbatas, jadi judulnya jadi pemakan aja yah.. Sisanya selfian deh..
Terbangg.. Kang Chepy, Aku, Kang Eren |
Narsis dulu Sebelum Makan |
Hutan Mati, Tegal Alun
Setelah selesai makan waktunya rebahan cantik, persiapan Ashar nanti mau nanjak. Kami melewati hutan mati dan pemandangan yang oke. Tentunyaa langkah terhenti di sini untuk berfoto. Pohon kering tak berdaun, pemandangan gunung di seberangnya. Tanah bercorak putih, sekilas seperti tidak di negeri sendiri.
"Ayoo cepat jangan lama-lama" teriak Mas Budi yang memimpin rombongan. Sebab kami terlalu asik berfoto. Semakin ke depan medan meninggi dan terjal. Debu mulai menyusup ke hidung. Perjalanan harus semakin hati-hati dan perlahan. Waktu pendakian sekitar satu jam, sampailah di Tegal Alun. Sesi foto bersama, tongsis mania, kemudian perlahan langit mulai gelap dan udara semakin dingin.
Turun dari Tegal Alun pun menjadi perjalanan yang menegangkan. Gelap berterang senter atau headlamp, medan yang sama ketika naik, terjal dan berbatu. Alhamdulillah selamat sampai akhir.
Dari kiri ke belakang: Indah, Ika, Arta, Ana, Kang Hari, Bang Ardi, Nurina, Novya |
Ibnu, Putra,..., Bang Igor, Eno, Mas Budi |
Kasak-Kusuk Tenda Oranye
Ada apa dengan tenda oranye? Kalau dilihat-lihat, ukurannya cukup besar dari yang lain. Tentu kapasitan menampung orangnya juga seharusnya lebih banyak. Tapii jadinya tenda oranye hanya ditempati 5 orang. Asa, Ana, Ika, Dita, Indah (urutan nama sesuai urutan lahan tidur dari kiri ke kanan, kepala dekat resleting tenda). Sekitar jam 22 masing-masing mulai mengambil lapaknya, sleeping bag (SB) sudah ready menyelimuti. Tapii, Indah dan Aku menjadi peserta merem yang terakhir. Ritual cantik dulu kitaa (baca bersihin muka), debunya lohh membahana bam bam o.O
Sementara pengisi lapak tengah sudah tertutup rapat dari ujung kepala sampai ujung kaki, Asa dan Ana terbangun terdengar menyerukan "dinginn". Indah dan aku belum juga selesai ritual, ahahaha... Selang tak lama kemudian semua terpejam, tiba-tibaa suara gemuruh terdengar, angin masuk perlahan ke dalam tenda. Serasa disiram air kulkas, empat orang terbangun, kecuali penghuni lapak tengah, masih nyaman di posisinya, sama sekali tidak bergerak. Sampai terpikir "ini yang di dalam Ika apa bukan sih?" Sudah SBnya hitam pulak kan, uda gitu ngga gerak-gerak apalagi bangun ada suara berisik.
Tepat tengah malam, kami berempat bersorak riuh kedinginan, di luar terdengar suara saut-menyaut dari sekitar tenda, ada juga yang masih nyanyi-nyanyi. Sesaat menjelang Subuh juga begitu, begitu gemuruh tiba-tiba terdengar, kemudian angin masuk dan terbangun kembali. Ehh pengisi lapak tengah baru merasa kedinginan, lainnya refleks bilang "udah dari tadi malammm"
Hahaha, serulah, ramai di dalam tenda, ketawa-tawa ngilangin rasa dingin, tapi tetap aja dingin. Sampai masuk waktu Subuh dan ajakan lihat sunrise, tapi sayangg jiwa raga tak mampu keluar tenda sampai menjumpai terang.
Ika, Dita, Asa, Indah, Ana Persiapan Turun |
Berkamas, Perjalanan Turun dan Bye-bye.
Minggu, 14 September 2014
Minggu, 14 September 2014
Di hari terakhir, keputusan terbaik adalah pergi menuju MCK buat main air. Walau ternyataa, airnya sedingin air es. Tapi harus bersih-bersih. Kembali dari MCK, masakan tim konsumsi hampir tersedia. Sambil menunggu, saatnya berkemas. Beberapa yang lain ada yang berfoto di kebun belakang, terbukti dari rilis yang dipublish. Ternyataa yang ngaku ngga narsis tapi fotonya buanyakk pakai banget. Bahkan beredar di hampir setiap yang punya album foto. Huss ngga usah sebut nama, tinggal lihat aja dari album foto yang ada.
Sampai di awal pendakian sekitar Zuhur, Menunggu mobil bak datang, kembali ke basecamp. Shalat, makan siang, persiapan pulang ke Jakarta. Sampai di Masjid Al Azhar sekitar jam 21.30.
Berawal dari ingin tau maka mencoba. Mendaki, melihat kebesaran-Nya begitu dekat. Meski lelah tapi terbayar dengan keindahan Sang Pencipta di ketinggian 2665 MDPL. Masya Allah... Terima Kasih Ya Allah atas nikmat sehat yang telah Engkau Anugerahkan dan berikan, sehingga aku bisa melihat dan merasakan hasil karya-Mu.
Meski belum bisa bersahabat dengan dinginnya Puncak, mendatang mungkin ada kisah yang lainnya, Insya Allah. Terima kasih teman, maafkan bila ada salah. Salah karena kurang cepat mengenal kalian, perjalanan hanya sebentar saja. Jadilah kita berkabar lewat social media. ^_^
Komentar