Saat Fandy Kembali

Seminggu lebih bahkan memasuki sepuluh hari sudah kami tak bersapa. Sejak "kesalahpahaman" itu aku begitu sungkan dan tak tenang. Anganku berbisik "mungkin" kali itu yang terakhir. Meski batinku selalu saja mengarah padanya. Tak henti melihat kehadirannya, walau hanya media sosial.

Sementara batin bertolak dengan rasa "sakit" yang telah ditorehkannya. Pelan sih, tapi dalem. Maka sesaat aku memutuskan untuk "STOP" sampai di sini.

Terlalu cepat memang, tapi aku belum memutuskannya. Hanya ingin membuat keadaan kembali seperti sebelumnya. Intinya saling memahami untuk bisa mengerti.


*
Di saat semua orang telah kembali memenuhi aktivitasnya, dua minggu usai masa Idul Fitri aku pergi. Memang bukan mudik, tapi anggaplah sama. Pertemuan keluarga di Bandung membawaku untuk melepaskan kepenatan. Meski di pertemuan itu, Sang Cucu Muda ini ditanya "Kapan? Gimana? Mana calonnya?" Predikat Cucu Termuda menjadikan aku "pusat perhatian", seolah-olah menutup generasi, hihihii ^^

Sabtu pagi-pagi sekali kami berangkat menuju Bandung. Pertemuan langsung di hari yang sama, berakhir sekitar Ashar. Selesai acara kami menuju tempat penginapan. Sudah lama keluarga besar ngga bermalam bersama, jadilah sebuah Bungalow berukuran besar menjadi tempat singgah beberapa keluarga. 

Moment ngobrol-ngobrol dan makan-makan akan menjadi bagian yang tak terpisahkan. Seluruh keluarga membawa bekal dari Jakarta. Jadilah kami piknik, yeayyy...

Pelan-pelan udara dingin mulai merasuk. Ngemil sambil ngobrol menjadi penawarnya.

"Gimana Fandy? Masih suka ngobrol?" Tanya Kak Aya, kakak Iparku.
"Semenjak periwtiwa kemarin sudah tidak. Ngga nyaman sih, masih menggantung. Tapi percuma dibahas juga, biarin dia nyadarin sendiri."
"Iya juga sih, coba diemin dulu aja."
"Aku mau lihat, apa dia muncul duluan. Atau gimana reaksinya pas ketemu di rapat, cuek atau ngga?"
"Bisa-bisa. Lihat aja apa dia mau ngomong."

Ngga ada habisnya ngobrolin cerita cinta. Ejieee... Tak terasa sudah hampir dua jam, melepaskan kegundah-gulanaan. Sesekali Tante dan Uwa yang melihat keseriusan kami jadi penasaran dan berniat 'Kepo'. Tapi pembahasan pun dialihkan.

Tringgg... Pesan whats app masuk beruntun, sebelas pesan. Agak menjadi kebiasaan, saat sedang ada acara aku tak tertarik untuk mengaktifkan GPRS. Kubaca satu persatu dari siapa. Dann...

Assalammualaykum.. Mau tanya, untuk paket pameran foto yang ditawarkan 
ada apa aja ya? Mohon infonya

"Kak lihat nih siapa." sambil aku menunjukkan layar ponsel ke Kak Aya.
"Nah, itu dia muncul. Yeayyy..."
"Keilangan kali dia ya.. Soalnya isinya ngga penting nih. Padahal info paket sudah dikasih tau lama."
"Mungkin dia mau membuka pembicaraan lagi kali. Yaudah tanggepin aja."
"Ahh biarin dulu aja. Mau tau responsnya kalau didiemin. Gegara kemarin itu masih kerasa nyebelin deh.. Tapi yaa kalau dilawan juga dianya keras kepala. Ngga akan selesai. Berarti kayaknya yang kemarin udah dilewatin gitu aja kali ya.. Kirain sih udah ngga mau membuka obrolan."
"Haaa memang dasar laki-laki Ra.."

Dua hari berlalu dari WA  pertama Fandy setelah kami berdiam. Aku tak juga membalasnya. Ngga nyaman sih, rindu masa-masa sebelumnya. Cerita dan pamer kegiatan hilang begitu saja.

Entah apa dengan kehadirannya lebih dulu, akan membawa suasana kembali seperti sebelumnya?

Atau ini memang pertanyaan serius?

Komentar