Kopi Darat Jilid 1

Apa yang terpikirkan akan sosok Fandy? Aira seperti kembali pada masa tiga tahun lalu. Bertemu sosok pendiam terasa angkuh dan dingin. Itulah gambaran yang diberikan Aira, meski belum terlalu jauh mengenalnya. Tapi mata dan gerak tubuh yang diberikan saat keduanya bertemu sesaat, menjawab gambaran itu.

Tapii itu janggal. Keduanya bertemu "terlalu" lama di dunia maya. Berlayar-layar SMS, berkata-kata "tak" penting berlalu. Kedekatan itu seolah tercipta dengan sendirinya. Keduanya seperti telah mengenal lama dan mendalam, jauh dari yang keduanya pikirkan, mungkin.

Tapi peristiwa siang itu, pertemuan keduanya untuk kerjaan, seperti memberi sekat di antaranya.

Siang itu, keduanya janjian bertemu. Bersama salah seorang teman Aira, tak lain adalah seniornya. Ketiganya datang terpisah. Aira datang lebih dulu, kemudian merapihkan diri. Selang tak berapa lama SMS diterima.

"Saya sudah sampai ya.."

Apa yang ada di benak Aira? Pertama dan satu-satunya, dia berpikir bahwa tidak mengenali wajah Fandy. Yaa, keduanya baru dipertemukan satu kali. Itu pun dalam suatu event malam hari, berjabat pun tidak. Aira hadir sebagai konsultan. Tapi tak sampai di situ, dunia maya mampu menceritakan segalanya. Keduanya dipertemukan di facebook karena harus menshare foto acara. Tapi yaa.. Itu tak memberikan banyak ingatan. Terkadang foto dengan aslinya berbeda.

Belum sempat Aira membalas, ia lebih memilih keluar dan mencari. Sesosok lelaki berbaju garis-garis, duduk di pelataran Masjid Agung. Aira mendekatinya, seperti ingin menangkap kupu-kupu, pelan-pelan melangkah, menengok ke arah kanan, memperhatikan lelaki itu. Sampai dijumpainya wajah lelaki itu menoleh, keduanya saling menatap saling terdiam.

Tak ada kata-kata secara spesifik, tapi raut keduanya membaca rasa kenal itu, lalu Aira duduk di samping kanannya. Tak ada sapa atau salam, Aira mengeluarkan ponsel, mengabari seniornya. Sementara wajahnya menahan tawa akan keadaan itu, keduanya terdiam tanpa kata.

Pelan-pelan Fandy mencairkan suasana. "naik apa ke sini?"

"naik kereta."
"dari mana?"
"dari Jurangmangu ke Tanah Abang, lanjut ke Sudirman, trus naik bus."
"ohh.."

Aira menganggukan kepala.

"kenapa ngga dari sini.." tangan Fandy menunjuk arah yang tak pasti.

"di manaa?" tanya Aira lembut. Wajah Fandy seperti bingung, terukir senyum di bibirnya.

"sini nih.. Apa ya nama terminalnya?"
"terminal? Stasiun."
"ehh iya, apa stasiun apa?"
"Kebayoran?"
"Nah iyaa. Kenapa ngga dari situ?"
"Kalau dari Kebayoran naik turunnya banyak. Dari Kebayoran ke Blok M, Blok M naik bus lagi ke arah sini."
"ohh.." sambil Fandy melengos cuek.

Aira lagi-lagi menahan tawa terhadap si cuek. Ahh tidak juga, buktinya Fandy masih membuka percakapan. Jelas kecanggungan terjadi pada keduanya.

Aira masih mencari tau keberadaan seniornya yang tak juga mengabari. Dia pun ragu menelepon, cukup pesan singkat. 

"Mas Kami di pelataran dekat aula ya.."

Tak sampai lima menit, si senior datang.

"maaf ngga ada pulsa."
"pantesann. Nih Mas temanku." 

Fandy, Randy.. Keduanya berjabat, perkenalan yang unik. Nama mereka senada sepengucapan, hahahaha ^^

Tak terlalu banyak terlibat dalam percakapan keduanya, sesekali Aira mengacuhkan keduanya. Lebih tertarik mengutak-atik netbook, sambil membuka ponsel. Sesekali juga Mas Randy mengajak Aira interaksi, sambil tetap mata Aira konsentrasi di netbook. Satu jam berlalu, waktunya ngobrol bebas. Fandy dan Randy terlibat pembicaraan Kampung Halaman masing-masing dan terlihat begitu asik.

Saat jeda keduanya, Aira memberikan netbooknya pada Fandy.

"nih!"
"apaan?"
"foto-foto." Aira memperlihatkan foto-foto event keduanya. Waktu berlalu, tak terasa memasuki Shalat Ashar. Ketiganya pun berpamitan dan bersiap ke tempat wudhu.

"Ra!" Fandy memanggil.
"iyap!" Aira menoleh pasti
"Ra, pulangnya bareng ya, Aku mau naik Bus Trans juga. Nanti ketemu di sini lagi ya.."
"Ohh iya."

Selesai ketiganya shalat berjamaah, Mas Randy pun berpisah. Aira dan Fandy lanjut menuju koridor Bus Transjakarta. Langkah keduanya hati-hati, sebab hari itu usai hujan. Sesekali Fandy membuat perbincangan kecil seputar event, hingga sampai di loket lalu Fandy melaju lebih dulu. Aira mengeluarkan dompet, selembar uang 5.000 siap untuk membeli karcis.

"ini udah!" suara Fandy sambil menoleh Aira.
"ohh, ma..ka..sih" jawab Aira tersendat tepat di belakang Fandy yang begitu cepat berlalu di depan. Makasi ya.. Nih.." sambil Aira memberikan potongan karcis.
"buat apaan?"
"kali gitu mau disimpan." cengir Aira.

Bus Tranjakarta datang, kemudian keduanya terpisah pembatas ruang perempuan dan laki-laki, sampai keduanya terpisah hingga turun. Fandy turun lebih dulu dari Aira, entah kemana perginya Aira tak menanyakan.

Yayaya, seperti kopi darat. Keduanya asik berbincang di dunia maya, begitu canggung saat dihadapkan.

Komentar