Kopi Darat 2, Lebih Dekat

Rabu itu sebenarnya Fandy dan Aku "janji" bertemu. Tapii, syarat dan ketentuan berlaku. Alias, jika Aku benar-benar tidak ada kerjaan yang mendesak saat itu juga. Dan pada akhirnya Aku memutuskan untuk tinggal. Ada PR yang menunggu. Fandy pun maklum.

"besok iyakk..." balasnya singkat usai Aku mengabarkan Rabu ini batal bertemu.

Seperti biasa, jangan berharap dapat balasan yang banyak, terlalu panjangn bagi orang sesimpel dia (lagi-lagi kesimpulan yang cepat sebelum mengenal)

Pembahasan untuk besok pun begitu rumit. Fandy tak begitu pandai menjabarkan maksudnya. Begitu detail Aku mengarahkan dan bertanya satu per satu, sampai akhirnya Kami menemukan kejelasan yang dimaksud Fandy.

Kejelasan apa?

Fandy meminta tolong, bertanya di mana tempat untuk bisa mencetak poster. Karena terbiasa membuat hal-hal terkait periklanan, tak lama bagiku memberi satu referensi. Tempat langganan bertahun lamanya. Dari situlah akhirnya Kami kembali bertemu.

Tapii, semua Aku yang memulai setelah membuka perbincangan. Fandy terlalu curang untuk mengambil celah yang seharusnya bukan soal kerjaan. #ups

Namun Aku tetap mengikuti alurnya, kemana dan apa yang dia mau, siapa tau ini bagian dari perjalanan yang rahasia. Sedalam itukah? Jika ya, ini sangat istimewa. Sekaku dan sedatar Fandy apa mampu melakukannya? Batinku membisik sangat dalam dan penasaran, sungguh mencurigakan.

Kamis
Awalnya Kami janjian ketemu lebih pagi. Setelah Fandy melakukan kecerobohan di setengah perjalanannya, lalu bergeser sangat siang. Keteledoran Fandy tidak membawa data poster yang akan dicetak dan desain, membuatku membantu menyimpan data itu, lewat link yang dia beri. Datanya tersimpan dalam email. Cukup lama memindahkan beberapa item nya. Sementara Fandy sudah dalam perjalanan. Hingga akhirnya dia sampai lebih dulu.

Drett..drett..
"Assalammu'alaykum... Di mana?" Fandy menelepon untuk pertama kalinya.
"Wa'alaykumusslam... Baru mau naik kereta."
"ini setelah turun ke arah mana ya?" tanya Fandy tergesa, bingung akan tempat yang baru pertama kali dijajakinya.
"mmm... dari turun kereta ke kanan." sambil Aku membayangkan keberadaan stasiun.
"ohh yaudah. Assalammu'alaykum" tutup Fandy singkat.

Kereta jadwal 12.20. Perbincangan lewat telepon tadi sempat memperlambat langkah. Dann berujung terlambat keberangkatan kereta. Begitu sampai di stasiun, kereta melaju cantik, haiaaa miris.

Drett...drett.. Fandy kembali menelepon.
"Assalammu'alaykum... Sudah di mana?" Fandy begitu menunggu.
"Wa'alaykumussalam... Ketinggalan kereta pas sampai. Jadi lima belas menit lagi ya."
"ohh masih lama ya,," jawab Fandy merendah.

Kereta berikutnya sampai. Segera Aku kabari Fandy lewat whatts app.
"baru naik kereta, dua stasiun, kira-kira tujuh menit. Nunggu di luar atau dalam?"

Belum sempat membaca balasan, Aku memilih menonaktifkan GPRS. Tak lama kemudian sampai di stasiun Palmerah. Dua kereta berhenti bersamaan, sementera Aku duduk sejenak menunggu kereta meninggalkan pemberhentiannya. Keduanya melaju tak jauh berbeda, terbukanya pandangan seberang, Aku bangkit dari duduk. Mataku melepas pandangan, sambil menyeberang. Sesosok lelaki berkaos hitam menatap, menutup bukunya, lalu bangkit dari duduk. Adalah Fandy, Kami seperti menyatukan persepsi yang sama, bahwa orang yang ditunggu dan menunggu adalah Kami.

"lamanya.." nyinyir Fandy dari belakang, mengikuti langkahku menuju tap out.
"siapa ya.." menoleh sambil memberinya tawa.

Menuju tempat percetakan, melewati pasar dan keramaian di sekitarnya. Fandy kemudian mempercepat langkahnya, menjagaku di belakang, sebab akan menyeberang. Lepas itu Aku kembali di depannya.

"Kok bisa sih ketinggalan gitu.." kembali tanyaku.
"yaa maklum lah.." jawabnya bersalah sambil merunduk mengakui kesalahannya.

Tak sampai tujuh menit kami sampai. Langsung menemui Koh John, Sang Pemilih Percetakan. Menjelaskan order yang akan dibuat, melanjutkan pembicaraan sebelumnya lewat telepon. Kemudian kesepakatan didapat.

Beberapa saat memilih data, ternyata masih ada yang kurang.

"kayaknya besok ke sini lagi deh, ngga bisa sekarang, yang kurang banyak. Bingung nih.." Fandy memelas.
"tadi disuruh balik lagi ngga mau. Ya terserah. Ini masih banyak waktu sih. Ngga ada yang nyimpen datanya lagi? Biar dianter atau dikirimin?"
"ngga bisa, Ini di Aku semua."

Akhirnya rencana hari ini ditunda, Kami pergi meninggalkan percetakan, kembali menuju stasiun.

"sini mana kartunya?" tanya Fandy padaku.
"udah duluan aja. Masih bingung mau kemana ini."
"udah cepetan sini kartunya." Fandy memaksa. Seketika perbincangan Kami sempat membuat beberapa mata menatap pada Kami. Lalu dari awalnya sepi, kemudian antrian menjadi ramai dan aku mengantri.

Menunggu kereta masing-masing datang, Kami melanjutkan perbincangan di sudut stasiun. Perbincangan lewat whatss app yang dikemukakan. Salah satunya perihal hilangnya tas Fandy dulu, yang akhirnya menghentikan percakapan kami, hihihi ^^ Cukup lama Kami berbincang, seperti tak mau berpisah.

"Udah nyeberang aja." suruhku pada Fandy.
"duluan aja, ngga enak kan." semacam hero ya.. Ahiaaaa...

Dua kereta berlalu, dan Aku belum memutuskan naik. Sebab kondisinya begitu penuh, dan sepertinya Aku terlalu nyaman dalam percakapan itu. Sesekali kutatap jam di tangan, tak terasa hampir satu jam berlalu.

"nah, keretanya samaan datang nih. Nyeberang aja." kataku.
"ohh iya ya. Yaudah deh. Dahh, Assalammu'alaykum." sapa Fandy dan kami berpisah.
"Wa'alaykumussalam..."

Kedua kereta berhenti, Fandy hilang dari pandangan. Dan Kami benar-benar berpisah.

Di pertemuan kedua ini Kami lebih menyatu. Tak ada kesungkanan, meski kutemui malu di rautnya. Senyumnya ragu, mungkin ada batas dalam kamusnya. Batas antara perempuan dan laki-laki. Sedikit yang menggangguku, jejeran kumis terlihat menutup wajahnya. Yang setelah kucoba bahas sedikit malam hari lewat whatss app, bahawa dia lupa mencukurnya.

Komentar