Galauita versus Galauman = Orang Galau. Apa bedanya? Toh sama-sama galau. Rasanya kata itu sedang populer, padahal sudah ada sejak zaman doeloe.. Dengar saja lagu Vidi Aldiano -> Cemburu Menguras Hati. Ada kata "Galau kini menyiksa diri".
Yaya, itulah kekuatan kata, yang mampu menyirep semua orang untuk ikut-ikutan mengakatannya. Seperti halnya kata "sesuatu" nya Syahrini, diiringi "Alhamdulillah" jadi Alhamdulillah ya Sesuatu.. Tapi rasanya kini kian memudar.
Ada lagi "Cetar Membahana Badai" masih oleh Syahrini. Terbaru, ada lagi Demi Apaa..? Demiii Tuhaaannn ala Aria Wiguna. Yang satu ini ngalah-ngalahin Ciyus? Miapah? Bukan Mi kamoohh lagi tapi Demiii Tuhaaannn.. Hahaha ^^
Itulah kata-kata, dia yang seringkali muncul di media dengan segala perdebatan, cenderung bisa populer. Termasuk kata-kata yang disampaikannya. Ditambah lagi efek audio-visul infotainment yang kian menjual. Jadilah "si artis baru" tenar. Asal jangan tau-tau bagian dari modus kampanye, alias tiba-tiba muncul spanduk-poster-reklame yang bersangkutan.
Terlepas dari itu semua, apapun yang keluar dari seseorang yang sedang aktual, rasanya menjadi bagian yang terus diingat walaupun tidak dimengerti.
Itulah efek media, menginformasikan, menyebarluaskan bahkan jadi membingungkan. Yang terakhir itu, sudah menyimpang dari fungsi media itu sendiri. Seharusnya memberi pendidikan bagi penonton.
Rating dan simpati, mungkin itu masih menjadi pertimbangan. Sehingga tak heran banyak tayangan atau informasi yang terkesan aneh dan tidak masuk akal.
Maka jadilah penonton aktif dan kreatif. Melihat tanyangan aneh, segera ganti chanel. Yang mau lebih aktif lagi, kirim surat pengaduan. Karena yang populer bukan berarti baik apalagi benar. Tapi bagian konsumsi publik yang terus menerus "didoktrin" sehingga seolah0olah menjadi benar, padahal tidak ada fungsi bagi khalayak.
Komentar