Karya Anak Negeri di PTDI

Aktivitas di hanggar PT Dirgantara Indonesia (PTDI) kembali bergairah. Kolaborasi antara generasi muda dengan orang-orang berpengalaman di PTDI terlihat sinergis membuat berbagai komponen pesawat.
Pemandangan itu berbeda saat 2007 lalu, di mana PTDI terseok-seok dan harus memproduksi panci untuk bertahan hidup.

Perlahan tapi pasti, PTDI terus berbenah. Di bawah pimpinan Budi Santoso, program restrukturisasi yang diluncurkan pada 2010 lalu mulai membuahkan hasil. PTDI mulai meraup laba operasi pada 2012 lalu. PTDI berhasil keluar dari beban masa lalu dan mencoba bangkit kembali.


Budi Santoso bukanlah orang lama di PTDI. Ia bergabung sejak 1987, saat masih bernama IPTN. Pada 1998 lalu, ia pindah menjadi Direktur Utama PT Pindad dan berhasil. Pada 2007 lalu, doktor Robotika Katholieke Universiteit Leuven, Belgia, ini diminta pemerintah untuk membenahi PTDI. 

Itulah sepenggal informasi yang dikutip dari Vivanews, berjudul  "Kami Seperti Lahir Kembali, Konsumen Mulai Datang". Silahkan diakses di http://analisis.news.viva.co.id/news/read/405037--kami-seperti-lahir-kembali--konsumen-mulai-datang-



Lalu saya teringat kedatangan tim liputan kami ke PTDI di Bandung-Jawa Barat, pada 23 Desember 2011. Saat itu PTDI menerbangkan CN-235 KCG ke 3. Sebuah pesawat yang dipesan dan diterbangkan ke Korea guna keperluan patroli maritim.



PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Dahulu bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) kini PTDI. Tempat apa itu? Saya bisa bilang, PTDI adalah gudangnya pesawat terbang. Bagaimana tidak, begitu memasuki gerbang PTDI lalu mendekati hanggar, kita akan disambut dengan hamparan luas rerumputan dan landasan, yang tak lain merupakan tempat pesawat diterbangkan.

Begitu menengok bangunan-bangunan serupa "bengkel" namun berukuran besar alias Hanggar, di dalamnya terdapat pesawat-pesawat besar terdiam di posisinya. Saat itu juga, dalam hati saya terbisik, "hebatnya seorang pak Habibi, BJ.Habibi, seorang ahli pesawat terbang, yang juga pernah menjadi Presiden ke-3 RI" menciptakan pesawat dan pendirikan IPTN, kini PTDI.

Namun sayang, setelah krisis moneter 1998 lalu, pamor PTDI menurun. Beberapa gedung terlihat sunyi-senyap tanpa aktivitas. Begitu pula pesawat-pesawat siap terbang yang lambat laun termakan usia dan terlihat karatnya. Dari perjalanan saya saat itu ditemani... kami berkeliling PTDI, dan sempat berfoto di beberapa bagian gedung dan pesawat yang ada.

Produksi pesawat terbang dilakukan di sini lho.. Pesawat N-250 (Gatot Kaca), N berarti Nusantara menunjukkan bahwa desain, produksi dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia. Hmmm... Hebat... Memasuki landasan terbang, pesawat terbang megah terlihat di depan mata, dan itu buatan anak bangsa. Wahhh ^_^ Pesawat pertama yang saya liat, adalah CN-235 KCG C berarti CASA, N Nusantara. CASA campur tangan dalam suku cadangnya, produksi dilakukan di Indonesia. Namun cerita CN-235 KCG ini belakangan ya.. Sebab saya mau bercerita N-250 Gatot Kaca.

Pesawat Gatot Kaca ini adalah pesawat pertama yang berhasil dibuat dan diterbangkan Indonesia. Kala itu presiden Soeharto yang meresmikannya. Sekadar flashback, video peluncurannya bisa disimak di Youtube. Atau bagi yang sudah menonton film Habibi dan Ainun, ada di bagian ceritanya.

Sayang pesawat ini terkunci. Menurut pak...pesawat ini bisa dibuka, namun kala itu bagian operasionalnya tidak berada di tempat.









Di bagian gedung yang lain, sebuah pesawat yang sama ada di dalamnya. Pesawat ini siap terbang, namun terkendala. Cukup sampai di situ dan saya tidak mau menanyakan lebih lanjut. Sebab kedatangan waktu itu tepat di hari Jumat, dan saya tidak mau melewatkan satu hari di PTDI. Informasi lain bisa saya tanyakan kemudian.

Beberapa bagian masih terlihat bagus. Kapasitas kursinya kalau tidak salah sekitar 50 orang. Saya pun sempat berfoto di sana. Di bagian depan pesawat tertampang jelas Merah Putih, milik Indonesia.

Itulah nasib pesawat-pesawat buatan anak negeri. Seperti memfosil, paska krisis ekonomi. Di PTDI pesawat itu ada 2, satu yang berhenti beroperasi, satu lagi ada di ruang pamer (padahal siap terbang) ya mau bagaimana, singkatnya, dana operasionalnya menghambat itu semua. Padahal perusahaan milik bangsa, BUMN, tapi... Terlantar.

















Kembali ke CN-235 KCG, adalah pesanan dari Korea, dan itu adalah pesawat ke 3 yang dipesan, dari empat pesanan, 3 sudah selesai. Waw... Bangsa lain sangat percaya dengan hasil karya anak negeri (Indonesia) ya...

Video peluncuran pesawat ketiga: http://www.antaranews.com/video/2905/pt-di-terbangkan-cn--235-kcg-ke-3

Menengok bangunan ruang penyelesaian di dalam Hanggar, ada satu pesawat lagi, yaitu pesawat keempat yang akan siap dikirim ke Korea. Pesawat ini didesain untuk kebutuhan patroli maritim. Pesawat ini memang tidak untuk penumpang, hanya untuk kapasitas sekitar 30 orang, atau bisa membawa satu kendaraan perang. Kondisinya hampir selesai, sekitar 80%, tapi tentunya saat tulisan ini dibuat ya sudah selesai. Sayang saat peluncuran yang keempat bukan saya yang meliputnya.

Inilah beberapa bagian CN-235 KCG yang masih ditutupi plastik, dan beberapa bagian masih belum terpasang.
















Tak diam menerima keadaan, PTDI bangkit perlahan, sampai sekarang. Yang terakhir ya produksi CN-235 KCG itu. Dan... Ada banyak pesawat siap terbang, namun tertunda masalah keuangan. Tahun 2012 harapan-harapan itu bisa terealisasi. Terakhir, informasi yang dilansir Vivanews di atas.

Ada yang butuh pesawat terbang? Tidak usah jauh-jauh pesan pesawat, Indonesia juga ahli. Buktinya ya di PTDI ini. Sesekali waktu mungkin bisa kunjungan ke sana. Maha Karya anak negeri.

CN-235 KCG Siap Take off ke Korea. Tim liputan terlihat dari kejauhan.


Pesawat siap terbang yang tinggal mencari "sponsor":








Kondisi pesawat=pesawat yang "parkir" di sekitar PTDI:















Banyak PR yang saya liat di sana. PR yang belum juga terselesaikan oleh negara. Jangan mundur atau kabur. Kalau bukan anak negeri sendiri yang membangunnya, masa iya bangsa lain. Ayolah para ahli penerbangan, kreasi dan kerja kerasmu sungguh hebat. Kalaupun pada akhirnya, banyak para ahli terbang ke negara lain. Ya untuk hal itu memang tak bisa dikatakan apa-apa. Kalau memang mereka bisa mengembangkan diri di negara lain dengan timbal balik yang lebih bernilai.

Komentar