Aku berpikir untuk bergeser dari ibukota. Mungkin ada kebahagiaan di sana. Tapi apa mungkin? Seperempat abad di sini dan semuanya tak bisa sendiri. Ya mungkin karena terlalu menerima semuanya, sehingga takut bila harus sendiri. Tapi tak juga begitu, dari dua saudara yang lain, aku lah yang paling "dimandirikan". Berangkat dan pulang dengan kendaraan umum, tak difasilitasi. Memang tidak meminta, tapi cukup dengan melihat saja. Tidak juga menyebutnya tak adil, aku punya penilaian sendiri.
Menjadi paling kecil tak juga mesti sebagai prioritas, siapa bilang? Menjadi paling canti satu-satunya menjadi kesenangan, kata siapa? Tak spesial, tak juga khusus. Bahkan aku sendiri jauh dari yang lainnya. Hal yang terlihat seperti fasilitas kendaraan tadi, pendidikan, dan... Sudahlah aku lupa.
Paling hemat berkualitas, rasanya itu tertuju padaku. Syukur Alhamdulillah mengenyam pendidikan di sekolah negeri hingga Universitas. Mengikuti seleksi yang begitu padat, bersaing di antara puluhan ribu orang (maaf kalau berlebihan). Kondisi Universitas yang bukan pilihan itu sempat membuatku salah jalan, karena harus berhadapan dengan mata kuliah keagamaan (meski aku muslim, tapi sungguh tak biasa). Semua itu pun dilalui dengan susah payah, kerja keras hingga bisa bertahan sampai mengenakan Toga. Lewat satu tahun dari jadwal yang seharusnya bisa cepat dicapai karena mengikuti Magang. Tapi tak apalah, sudah mampu menghasilkan tabungan yang kalau dikira-kira bisa buat beli laptop. Biaya kuliah terakhir pun dibayarkan dari penghasilan Magang. Pencapaian yang Alhamdulillah namanya. Yang kalau mengingat ke belakang, prosesnya ngga instan.
Proses dan cara yang membuatku belajar sendiri, melihat semuanya dari pengalaman lain yang membanggakan. Masih berurusan dengan orangtua untuk hal pendidikan dan ongkos sehari-hari. Selebihnya, uang tabungan menjadi bagian terpenting dalam menyejahterakan diri sendiri. Tak perlu meminta kalau memang tak bisa mendapatkannya. Celengan pun keluar untuk mendapatkan apa yang diinginkan, syukur Alhamdulillah.
Dari situ, apa sudah bisa melepaskan diri? Ingin, tapi terasa sulit. Perlahan melangkah dan mencari-cari, hingga sampai satu saat berlari kencang mencari apa yang harus diraih, lalu terhenti setelah meraihnya. Tak hanya di situ, terus maju dan berkembang, berkarya atas semua kemampuan.
Komentar