Satu Hari Tak untuk Selamanya?

Mungkin hanya bersama yang bisa menyatukan segalanya. Saat hari itu tiba, aku yang punya kuasa, ikuti semua apa yang aku minta, itu saja. Tapi tidak dengan yang "satu itu". Memaksakannya pun tak bisa, padahal sinaran itu begitu terang, tapi berangsur redup saat tak diindahkan, ya mau bilang dan berbuat apa? Sabar, mungkin itu yang kau bilang, yaya, sungguh sangat sabarnya, tapi berlarut pun menjadi lelah dalam hati jatuhnya menyiksa diri.

Tak pernah kulewaatkan satu hari itu, meski mungkin ada salah di sisiku, menyadarinya. Tapi sebaliknya? Seperti aku yang mengalah. Mengalah untuk suatu rasa ya tak apa, karena ini demi satu kebaikan, yang tak perlu diucap tapi bisa dirasakan. Itu pun kalau rasamu begitu peka akan hal-hal yang seringkali terjadi tapi selalu terhiraukan.

Di sisi lain, begitu baiknya, pengertiannya, sampai seperhatiannya terhadap hal-hal kecil dan detail, sampai hanya lupa membawa botol air minum, ataukah sekotak "penting" yang selalu dibawa kemudian tertinggal dan kau mengingatkan, juga kehadiran yang selalu bisa jadi penyemangat dan penyelamat di saat rumit, hingga bisa menyembulkan senyum dari bibir yang begitu "perih" menahan segala macam omongan yang terdengar tak enak dengan volume yang begitu besar dan bangga. Terasa biasa, tapi seolah spesial. Lupakan... Tapi itu ampuh membuat senyumku kembali mengudara, tersenyum, tertawa bahkan terbahak.

Di saat yang berbeda, semuanya terasa biasa saja tak ada apa-apa. Kemudian aku kembali berpikir yang sebelumnya, jawabannya kembali tanya, dan hingga saat ini belum bisa kutemui jawabnya, tak juga berani untuk menanyakannya. Biar semua berjalan begitu pelan, tapi kumohon dengan tidak tiba-tiba tergesa lalu menyakitkan. Itu bisa jadi bomerang sodara-sodara.

Yaaa... Dari semua hal itu, saat yang paling kusuka, yakni hari di saat bersamanya. Satu hari tak untuk selamanya. Akan ada hari-hari lain yang akan menyertai. Di situ ada aku-kamu-kami ^_^

Komentar