Garapan #Freshformance
Kereta, di sinilah adalah awal Ayra dipertemukan
dengan Ryan. Sudah menjadi ”kewajiban” kalau setiap hari Ayra harus naik kereta
untuk pergi ke tempat kerja. Dari Bintaro ke Jakarta Pusat, ngga sanggup kalau harus naik kendaraan
pribadi, harus rela bermacet-macet dan beradu emosi dengan pemakai jalan
lainnya yang terkena kemacetan. Belum lagi asap kendaraan bermotor yang sudah
bikin nafas pagi terasa kotor. Rasanya sulit mendapatkan oksigen segar di ibukota. Haaa... Sepertinya, itulah jeritan yang
mewakili warga Jakarta, tapi mungkin terasa percuma, bagi yang terlanjur
”terdampar” di ibukota.
Bagi Ayra, Jakarta terlalu indah untuk dilupakan, terlalu rumit untuk
ditertibkan, terlalu sulit pula untuk bergeser dari kota itu. Mau bagaimana
lagi, sampai usianya 22 tahun, dari sebelum lahir, dilahirkan, hidup, besar,
sekolah, dan bekerja di Jakarta, walaupun Ayra sendiri ngga berdomisili di ibukota. Tapi setiap hari harus ke Jakarta untuk
bekerja.
Begitulah setiap harinya, rutinitas Ayra, pewarta galau tapi oke lah yau
(begitu ia menyebut dirinya). Sampai pada suatu hari, keterlambatannya bangun,
menjadikan pagi Ayra menjadi begitu indah. Kali itu, sejuknya udara usai hujan semalam,
membuat Ayra begitu nyenyak tertidur. Hingga dua kali alarm handphone berbunyi, Ayra tak juga
bangun, hingga akhirnya terbangun pada dering yang ketiga.
Tersadar terlambat bangun, Ayra pun bergegas mandi, sikat gigi pakai pasta
gigi yang bikin nafas segar jadi percaya diri. Bersiap berangkat, Ayra pun
berlalu dengan langkah seribu, grabak-grubuk, sesegera mungkin menuju stasiun,
takut ketinggalan kereta. Maklum, jalur Serpong-Tanah Abang ngga banyak keberangkatan.
Sampailah Ayra di stasiun, loket masih cukup dipadati, peron ramai
penumpang menunggu kedatangan kereta. Kereta pun datang, Ayra menjumpai keadaan
kereta penuh sesak tak seperti biasanya, untuk berpegangan pun sulit. Sampai
tiba di stasiun ke tiga dari Ayra naik, barulah mulai sepi. Ayra mencari posisi
yang nyaman, dicarilah besi pegangan, tanpa sadar, sampai-sampai tangannya tertempel
tangan seorang. Dijumpainya seorang cowo kece, Ayra pun merasa tak enak, begitu
pula si cowo.
Tak berhenti sampai di situ, ketidaksengajaan itu menjadikan keduanya
semakin akrab. Pas Ayra mau naruh tas di atas, tanpa sadar ID nya Ayra jatuh dan ditemuin si cowo, hingga akhirnya keduanya berkenalan.
Ryan nama cowo itu, seorang arsitek yang
aktif di sebuah perusahaan periklanan. Kesamaan kerjaan di antara keduanya
membuat mereka larut, ngobrolin macem-macem, kerjaan, sampai kegemaran
fotografi. Saking asiknya ngobrol, Ayra sampai lupa di mana harus turun stasiun,
dan Ayra kelewatan turun.
Kepanikan Ayra pun terbaca, kemudian Ryan menawarkan bantuan. Semalam Ryan
meninggalkan motor di rumah temannya di dekat stasiun Tanah Abang, dan hari ini
Ryan ada kerjaan di daerah Palmerah, lewatin kantornya Ayra. Ryan ngajak
bareng, Ayra pun menyambut. Pewarta galau dan centil ini tak menolaknya.
Melihat sosok Ryan yang begitu mempesona dan baik hati, sampai bikin Ayra jatuh
hati, hihihi ^^
Sampailah di rumah Dion (teman Ryan). Menjumpai Ryan yang datang dengan
seorang wanita, Dion pun spontan penasaran dengan sosok Ayra, dan dengan cepat
Dion merasa, perjumpaan tak sengaja yang diceritakan Ryan, adalah modus. Ayra
pun merasa kikuk dengan keadaan itu.
Ryan menebengi Ayra ke tempat kerja. Sepanjang jalan obrolan pun tak
terhenti, berlanjut sejak perjumpaan tadi, bahkan semakin panjang lebar = luas.
Sampailah keduanya di tempat kerja Ayra. Ryan seolah tak bisa melepas Ayra
pergi begitu saja. Alibi dengan alasan kerjaan, Ryan meminta bertukar nomor
telpon.
Jadilah
pagi itu menjadi hari yang indah bagi Ayra. Sepanjang hari senyum manis Ayra
tak bisa lepas. Teman-teman kantornya begitu bingung melihat keceriaan Ayra
yang begitu istimewa. Karena satu kejadian, jadi ada kisah dalam gerbong. Semua
karena senyum manis, serta nafas segar dengan Closeup.
Bersambung...
Komentar