"Harga Mahal" untuk Tradisi Bernama Mudik

Ramadan datang satu bulan lamanya, kemudian berakhir dengan puasa penuh serta berzakat, disertai dengan riuh berbagai rute keberangkatan, menuju lokasi tujuan mudik alias pulang kampung. Orang-orang memadati loket-loket keberangkatan, menuju Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan sekitarnya untuk kereta api. Sementara ke kawasan lain di loket pelabuhan/kapal, juga berbeda pulau untuk pesawat terbang. Bagi sebagian orang, mudik adalah tradisi yang menjadi wajib. Sebagian lainnya, menganggap mudik tak selalu harus di masa lebaran. Kapan pun waktunya, bisa dilakukan. Yaya... Bagaimana pun pilihannya, semua kembali kepada diri masing-masing. Bagaimana memaknai Idul Fitri.

Harga tiket yang ratusan ribu berkali lipat menjadi tak normal, mudik bareng dengan biaya yang relatif terjangkau, bahkan mudik gratis dengan syarat tertentu. Bagi yang tak medapat kesempatan waktu, sambungan langsung jarak jauh menjadi penghubung silahturahmi. Tapi bagi yang menjadikannya suatu tradisi, mudik menjadi hal pokok nan wajib. Saat berkumpul dengan keluarga besar, melepas rindu, meminta dan memberi maaf atas segala salah dan khilaf. Termasuk "kerelaan" merasakan macet yang luar biasa selama perjalanan, ditambah rasa lelah yang tiada terasa saat bersua dengan keluarga tercinta.

Sungguh sangat mahal dan tak ternilai. Semuanya hanya bisa terjadi dengan keikhlasan serta kerelaan hati, menyambut hari penuh suka cita dan merdeka/kemenangan.

Idul Fitri, kembali menjadi suci. Apapun itu, kembali menjadi pribadi yang bersih untuk bisa saling memaafkan. Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1433 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Komentar